Bayangkan sebuah permainan catur raksasa, di mana setiap negara adalah bidak yang bergerak di atas papan bernama bumi. Itulah gambaran sederhana tentang teritori negara dalam panggung geopolitik global.
Lebih dari sekadar garis-garis membosankan di peta, teritori negara adalah “rumah” yang mewadahi kedaulatan, identitas, dan kepentingan nasional suatu bangsa. Nah, di zaman serba canggih ini, konsep teritori negara terus berevolusi, mengikuti irama perubahan dinamika internasional dan kemajuan teknologi yang kadang bikin pusing.
Dari sengketa perbatasan yang bikin panas dingin, sampai rebutan sumber daya alam yang bikin ngiler, dari klaim maritim yang bikin gregetan, hingga urusan keamanan siber yang bikin was-was, teritori negara jadi arena di mana macam-macam aspek hubungan antarnegara saling beradu dan kadang malah adu jotos.
Tahukah Anda? Menurut data dari International Court of Justice, sejak tahun 1947 hingga 2023, telah ada lebih dari 150 kasus sengketa teritori yang dibawa ke pengadilan internasional ini (Sumber: ICJ Annual Report 2022-2023).
Ada sebuah pertanyaan terkait teritori negara, berikut ini pertanyaannya:
Apakah istilah yang tepat untuk wilayah yang tidak diklaim oleh negara manapun?
Jawaban: Jadi, istilah untuk wilayah yang tidak diklaim oleh negara manapun disebut dengan Terra nullius.
Apa itu Terra Nullius?
Terra nullius, sebuah konsep hukum internasional yang kontroversial, telah lama menjadi topik perdebatan di kalangan para ahli hukum dan sejarawan. Istilah Latin ini, yang secara harfiah berarti “tanah tak bertuan”, merujuk pada wilayah yang dianggap tidak berada di bawah kepemilikan atau kedaulatan pihak manapun.
Pada era kolonialisme, doktrin ini sering dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan kolonial Eropa untuk membenarkan tindakan mereka dalam mengambil alih wilayah-wilayah di berbagai belahan dunia.
Penggunaan konsep terra nullius telah mengakibatkan konsekuensi yang sangat serius bagi penduduk asli di wilayah-wilayah yang diklaim. Keberadaan dan hak-hak mereka seringkali diabaikan, yang mengakibatkan perampasan tanah secara masif dan penghapusan budaya yang sistematis.
Salah satu contoh paling terkenal dari penerapan doktrin ini adalah kasus Australia, di mana kehadiran masyarakat Aborigin yang telah menghuni benua tersebut selama ribuan tahun, diabaikan begitu saja oleh penjajah Inggris.
Namun, seiring dengan perkembangan hukum internasional modern, konsep terra nullius telah banyak ditinggalkan. Pengakuan yang lebih besar terhadap hak-hak masyarakat adat kini menjadi norma yang diterima secara luas.
Tonggak penting dalam perubahan paradigma ini ditandai oleh kasus Mabo v Queensland pada tahun 1992 di Australia. Keputusan pengadilan dalam kasus tersebut secara signifikan menolak doktrin terra nullius dan memberikan pengakuan terhadap hak tanah adat, yang kemudian menjadi preseden penting dalam hukum internasional.