Fenomena broken home semakin menjadi perhatian serius di masyarakat, dengan data menunjukkan bahwa sekitar 40% pernikahan di Indonesia berakhir dengan perceraian. Angka ini mencerminkan tidak hanya keruntuhan hubungan antar pasangan, tetapi juga dampak yang meluas terhadap anak-anak yang terjebak dalam situasi tersebut.
Dalam banyak kasus, anak-anak ini mengalami kesulitan emosional dan psikologis yang dapat mengganggu perkembangan mereka.
Dampak broken home tidak hanya terbatas pada masalah keluarga, tetapi juga berimplikasi pada aspek sosial dan pendidikan. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga yang mengalami perceraian cenderung memiliki prestasi akademik yang lebih rendah dan lebih rentan terhadap masalah perilaku.
Ini menunjukkan bahwa perpecahan dalam keluarga berpotensi menciptakan generasi yang kehilangan arah dan harapan di masa depan.
Apa Arti Kata Broken Home?
Istilah “broken home” dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai “rumah tangga yang retak” atau “keluarga yang tidak utuh.”
Definisi broken home artinya situasi di mana struktur keluarga mengalami perpecahan, biasanya akibat perceraian, perpisahan, atau hilangnya salah satu orang tua, yang berdampak pada kesejahteraan emosional dan psikologis anggota keluarga, terutama anak-anak.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, broken home dapat mempengaruhi perkembangan anak dalam berbagai aspek, seperti pendidikan dan kesehatan mental.
Baca: If You Don’t Meant It Artinya
Contoh penggunaan istilah ini dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia dapat dilihat ketika seseorang berkata, “Dia tumbuh di broken home, sehingga sering kesulitan bergaul dengan teman-temannya,” atau dalam diskusi tentang dampak perceraian, “Banyak anak dari broken home mengalami kesulitan belajar di sekolah.”
Situasi ini menunjukkan pentingnya perhatian dan dukungan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak utuh.
Baca juga: Arti Kata On Leave dalam Bahasa Gaul
