Cerita panjang sering kali dipenuhi dengan kata-kata yang banyak, kalimat yang rumit, dan konsep-konsep yang mungkin susah dimengerti oleh siswa, terutama kalau kosakata atau gaya bahasanya tidak sesuai dengan tingkat pemahaman mereka.
Cerita seperti ini biasanya juga sarat dengan detail, percakapan, dan karakter-karakter yang bisa membuat siswa merasa kewalahan. Akibatnya, mereka mungkin kesulitan untuk mengikuti alur cerita dan mengingat informasi penting yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan.
Berikut ini teks drama berjudul Arloji karya P. Hariyanto yang bisa dibaca sebelum menjawab semua soalnya lebih lengkap dari Brainly:
Arloji
Karya P. Hariyanto
Kisah ini terjadi di sebuah kamar depan keluarga yang cukup terpandang. Terdapat berbagai perlengkapan yang lazim di kamar tamu semacam itu, namun yang terpenting ialah seperangkat meja dan kursi tamu. Pada kira-kira pukul 09. 00 drama ini terjadi. Dengan penuh keriangan, si Jidul membersihkan meja dan kursi-kursi. Kepalanya melenggut-lenggut, pantatnya bergidal-gidul seirama dengan musik dangdut yang terdengar meriah. Jidul terkejut ketika musik mendadak berhenti.
Pak Pikun: (muncul, langsung menuju Jidul) “Ayo! Mana! Berikan kembali padaku! Ayo! Mana!”
Jidul: (ber-ah-uh, sambil memberikan isyarat yang menyatakan ketidakmengertiannya)
Pak Pikun: “Jangan berlagak lupa! Siapa lagi kalau bukan kamu yang mengambilnya? Ayo, Jidul, kamu sembunyikan di mana, heh?”
Jidul: (ber-ah-uh, semakin bingung dan takut)
Pak Pikun: “Dasar tangan panjang! Belum sampai sebulan di sini kamu sudah kambuh lagi, ya? Dasar nggak tahu diri! Ayo, kembalikan kepadaku! Mana, heh?”
Jidul: (meringkuk diam)
Pak Pikun: (semakin keras suaranya) “Jidul! Kamu mau kembalikan apa tidak? Mau insaf apa tidak? Apa mau kupanggilkan orang-orang sekampung untuk mengadilimu, heh? Kamu mau dipukuli seperti dulu lagi atau mau aku bawa ke meja hijau? Ayo, mana?”
Ibu: (Muncul tergesa-gesa) “Eh, ada apa Pak Pikun? Ada apa dengan Jidul?
Pak Pikun: “Anak ini memang tidak pantas dikasihani, Bu. Dia mencuri lagi, Bu!”
Ibu: “Mencuri?” (tertegun). “Kamu mengambil hak orang lain lagi, Jidul?”
Jidul: (ber-ah-uh sambil menggoyang-goyangkan kepala dan tangannya)
Pak Pikun: “Mungkir, ya? Padahal jelas, Bu! Tadi saya mandi. Setelah itu, arloji saya tertinggal di kamar mandi. Lalu dia masuk, entah mengapa. Lalu tidak ada lagi arloji saya, Bu.”
Ibu: “O,arloji Pak Pikun hilang, begitu?”
Pak Pikun: “Bukan hilang, Bu! Jelas dicurinya! Ayo, ngaku saja! Kamu ngaku saja, Jidul!”
Jidul : (ber-ah-uh mencoba menjelaskan ketidaktahuannya)
Pak Pikun: “Masih mungkir? Minta ku pukul?”
Ibu: “Sabar, Pak Pikun! Sabar, kendalikan diri!”
Pak Pikun: “Maaf, Bu. Ini biar saya urus sendiri! Kamu baru mau ngaku kalau dipukul,ya? Sini!” (Mau memukul si Jidul).
Jidul : (Meloncat, lari ke luar dikejar oleh Pak Pikun)
Ibu: “Sabar dulu Pak Pikun! Diperiksa dulu! (mendesah sendiri) Ya, ampun! Orang sudah tua kok gegabah, tidak sabaran begitu, keras kepala pula.”
Tritis (Muncul membawa buku dan alat tulis) “Uh! Pagi-pagi sudah mencuri. Ganggu orang belajar saja!”
Ibu: “Belum jelas, Tritis!”
Tritis: “Ah, Ibu sih suka membela si Jidul! Siapa lagi kalau bukan dia yang mengambil arloji Pak Pikun? Apa ibu lupa? Dia kan dulu ketahuan mencuri ayam kita, ketahuan, mau dipukuli orang malah kemudian dibela Ayah dan ditampung di rumah kita. Keenakan dia,maka kini mencuri lagi!”
Ibu: “Ya, memang, dulu pernah mencuri. Itu karena ia kelaparan. Tetapi, belum tentu sekarang dia mengambil arloji Pak Pikun, Tritis!”
Tritis: “Kalau bukan si Jidul, apa Ibu atau aku yang mengambil arloji itu, Ibu?”(Tertawa).
Ibu: (Menemukan ide). “Ah! Mungkin masih ada di kamar mandi, Tritis! Atau mungkin di dekat jemuran. Pak Pikun kan pelupa. Mari kita coba mencarinya! (Bersama Tritis melangkah ke kiri akan ke luar, tetapi kemudian terhenti) Terdengar suara rusuh. Si Jidul kembali meloncat masuk dari kanan. Maunya berlari, tetapi tersandung sesuatu. la jatuh terguling mengejutkan Ibu dan Tritis. Dan sebelum sempat bangkit, Pak Pikun sudah keburu masuk pula dan menangkapnya dengan geram”
Pak Pikun (sambil mengacung-acungkan penggada besar, tangan kirinya tetap mencengkeram leher kaus si Jidul). “Mau, lari ke mana lagi, heh? Ku pukul kamu sekarang!”
Ibu: “Sabar, Pak! Tunggu dulu!”
Pak Pikun: “Tunggu apa lagi, Bu! Anak nggak benar ini harus saya ajar biar kapok.” (Akan memukulkan penggadanya).
Ibu: “Tunggu dulu! Siapa tahu, Jidul benar tidak mencuri dan Pak Pikun yang tidak benar menaruh arlojinya!”
Pak Pikun: “Tak mungkin, Bu! Saya yakin, si bocah ini pencurinya. Kamu harus menanggung akibatnya.” (akan memukulkan penggadanya).
Tritis (Melihat tangan Pak Pikun) “Eh, lihat! Arlojinya kan itu! Di pergelangan tangan. kananmu, Pak Pikun. Lihat!” (Tertawa ngakak).
Ibu: “O, iya! Betul! Dasar Pak Pikun ya Pikun!” (Tertawa geli). Pak Pikun tertegun memandang pergelangan tangannya yang kanan. Dilepaskannya si Jidul. Diamat-amatinya arloji itu. Penggadanya sudah dijatuhkan. Dengan sangat malu, ia berjalan ke luar tertegun-tegun, diiringi gelak tawa Ibu dan Titis. Sementara itu, si Jidul pun tertawa-tawa pula dengan caranya sendiri yang spesifik.
Kemudian, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
- a. Bercerita tentang apa drama “Arloji” tersebut?
- b. Bagaimana sikap tokoh Pak Pikun terhadap tokoh Jidul?
- c. Di mana latar drama tersebut?
- d. Apa yang dilakukan tokoh Ibu melihat perbuatan tokoh Pak Pikun terhadap tokoh Jidul?
- e. Mengapa tokoh Jidul berusaha menghindari tokok Pak Pikun?
Jawaban dan Penjelasan:
Bercerita tentang apa drama “Arloji” tersebut?
Drama “Arloji” karya P. Hariyanto mengisahkan kesalahpahaman yang terjadi dalam sebuah keluarga terpandang. Fokus cerita ini adalah pada Pak Pikun, yang secara keliru menuduh seorang anak bernama Jidul telah mencuri arlojinya. Pak Pikun, yang memang terkenal pelupa, menyadari arloji miliknya hilang setelah ia mandi, lalu dengan gegabah menuding Jidul sebagai pelakunya, meskipun tanpa bukti yang kuat.
Meski Jidul berusaha keras untuk menjelaskan bahwa dirinya tidak bersalah, Pak Pikun tetap yakin bahwa Jidul yang mencurinya. Situasi memanas ketika Pak Pikun hampir saja memukul Jidul, namun akhirnya, kebenaran terungkap bahwa arloji yang dicari-cari itu sebenarnya masih melingkar di pergelangan tangannya sendiri.
Soal lainnya: Berikut ini termasuk persiapan pementasan drama kecuali
Kesalahpahaman ini berakhir dengan tawa, menonjolkan sifat pelupa dan tergesa-gesa Pak Pikun, sekaligus mengingatkan bahwa menuduh tanpa bukti bisa menimbulkan masalah yang tidak perlu.
Bagaimana sikap tokoh Pak Pikun terhadap tokoh Jidul?
Sikap tokoh Pak Pikun terhadap tokoh Jidul sangat keras dan penuh prasangka. Pak Pikun cepat menuduh Jidul sebagai pencuri arlojinya tanpa memeriksa fakta terlebih dahulu. Ia menunjukkan ketidaksabaran dan kekerasan, bahkan mengancam akan memukul Jidul dan memanggil orang-orang untuk mengadilinya.
Pak Pikun juga meremehkan Jidul dengan menyebutnya “tangan panjang” dan “nggak tahu diri,” menunjukkan bahwa ia tidak memiliki kepercayaan atau rasa hormat terhadap Jidul, meskipun akhirnya tuduhannya terbukti salah. Sikap ini mencerminkan ketidakadilan dan sikap gegabah yang seringkali berujung pada kesalahpahaman.
Di mana latar drama tersebut?
Latar drama “Arloji” terjadi di sebuah kamar depan keluarga yang cukup terpandang. Kamar tersebut merupakan ruang tamu yang dilengkapi dengan meja dan kursi tamu, di mana sebagian besar adegan drama berlangsung.
Apa yang dilakukan tokoh Ibu melihat perbuatan tokoh Pak Pikun terhadap tokoh Jidul?
Tokoh Ibu dalam drama “Arloji” berusaha untuk menenangkan dan mengendalikan emosi Pak Pikun ketika melihat perlakuannya terhadap Jidul. Ketika Pak Pikun menuduh dan mengancam Jidul dengan keras, Ibu mencoba meredam situasi dengan meminta Pak Pikun untuk bersabar dan berpikir lebih jernih.
Soal lainnya: Dengarlah sebuah iklan di radio lengkapi lah tabel berikut
Ibu juga berusaha untuk mempertimbangkan kemungkinan bahwa Jidul tidak bersalah, bahkan mengusulkan untuk memeriksa tempat lain terlebih dahulu, seperti kamar mandi atau dekat jemuran, untuk memastikan apakah arloji benar-benar hilang. Sikap Ibu menunjukkan rasa keadilan dan kehati-hatian dalam menilai situasi, serta keinginannya untuk melindungi Jidul dari tuduhan yang belum tentu benar.
Mengapa tokoh Jidul berusaha menghindari tokok Pak Pikun?
Tokoh Jidul berusaha menghindari Pak Pikun karena ia merasa takut terhadap ancaman dan tuduhan yang dilontarkan oleh Pak Pikun. Pak Pikun menuduh Jidul mencuri arlojinya dan bahkan mengancam akan memukulnya jika tidak mengaku.
Jidul, yang merasa tidak bersalah dan bingung dengan tuduhan tersebut, menjadi sangat ketakutan dan berusaha melarikan diri untuk menghindari kekerasan yang mungkin dilakukan oleh Pak Pikun.